skip to main |
skip to sidebar
Menjadi Seekor "Angsa"
Pada
suatu hari seorang petani menemukan sebutir telur angsa di halaman rumahnya dan
memasukkan telur tersebut ke dalam kandang ayam di antara telur-telur ayam yang
sedang dierami. Beberapa minggu kemudian telur angsa itu menetas dan karena
berada di lingkungan
ayam, sang anak angsapun berperilaku seperti ayam. Anak
angsa tersebut makan seperti ayam, berkokok seperti ayam dan berkumpul di
tengah-tengah para ayam.
Ketika sedang bermain-main di tengah hutan, tak jarang sang anak angsa
memandang iri kepada kerumunan para angsa yang sedang berenang di tengah danau
dan berharap di dalam hati seandainya saja ia mampu berenang dan menikmati
indahnya danau seperti para angsa tersebut.
Hingga suatu hari, para pemburu liar yang mengejar mangsa buruannya ke tengah
hutan melepaskan tembakan dan membuat panik para warga hutan. Sang anak angsa
berlari dengan kencang hingga ia terhenti di tepi danau dan dengan kesedihan
yang mendalam hanya mampu menyaksikan gerombolan para angsa berenang menyeberangi
danau untuk menyelamatkan diri. Ia menyesal terlahir sebagai seekor ayam yang
tidak mampu berenang. Di tengah-tengah kepanikan, kesedihan serta
ketidakberdayaannya, sebutir peluru pemburu bersarang di tubuh sang anak angsa
tersebut. Anak angsa itupun mati tanpa pernah mengetahui bahwa ia seekor angsa
dan bahwa ia sebenarnya mampu survive dari kejaran pemburu tersebut.
Ilustrasi di atas adalah gambaran umum dari kondisi para pemuda, khususnya para
pemuda Islam, sekarang ini. Banyak di antara kita yang merasa cukup puas dengan
apa yang telah kita raih, tanpa menyadari bahwa sebenarnya dengan potensi yang
kita miliki dan dengan izin Allah s.w.t kita mampu untuk menjadi sesuatu yang
lebih dahsyat. Dan tidak sedikit di antara kita yang bahkan tidak pernah mengetahui
potensi diri kita sesungguhnya, karena kita sudah merasa nyaman dengan tidak
menjadi apa-apa. Kita hanya mampu memandang takjub dengan kegemilangan orang
lain, tanpa pernah menyadari bahwa mungkin kita memiliki potensi yang sama atau
bahkan lebih dari orang tersebut.
Abu Tammam, seorang penyair hikmah dari tanah Arab pernah mengatakan,
"Tidak ada aib yang kutemukan dalam diri manusia melebihi aib orang-orang
yang sanggup menjadi sempurna, namun tidak menjadi sempurna."
Perubahan bukanlah sesuatu yang datang dari luar. Perubahan itu adalah suatu
bagian integral dari eksistansi manusia dan hanya dapat dicapai dengan arah
dari dalam ke luar. Perubahan itu ada di tangan kita sendiri. Allah s.w.t
berfirman, bahwa Ia tidak akan mengubah nasib suatu kaum sampai kaum tersebut
mengubah nasibnya sendiri. Kitalah pengemudi kendaraan perubahan itu dengan
Allah swt sebagai penunjuk arahnya.
Stephen R. Covey, dalam bukunya yang terkenal 7 Habits of Highly Effective
People, mengemukakan tentang konsep lingkaran pengaruh. Bayangkanlah dua buah
lingkaran, lingkaran dalam dan lingkaran luar. Lingkaran dalam meliputi segala
sesuatu yang dapat kita kendalikan seperti diri sendiri, sikap kita, respon
kita dan pilihan kita. Lingkaran luar mencakup segala hal yang berada di luar
pengaruh kita.
Memang, ada hal-hal di dunia ini yang tidak dapat kita kendalikan karena berada
di lingkaran luar dari pengaruh kita. Kita tidak dapat menentukan jenis kelamin
kita, orang tua yang melahirkan kita, waktu kematian kita, lingkungan tempat
kita dibesarkan, cara kita dididik oleh orangtua kita dan sebagainya Tapi kita
senantiasa dapat mengoptimalkan pengaruh dari lingkaran dalam yang mampu kita
kendalikan. Kita dapat memilih respon, tindakan serta sikap kita dalam
menghadapihal-hal yang berada di luar pengaruh kita. Respon kita terhadap
hal-hal tersebutlah yang akan menentukan nasib kita. Hal-hal yang berada di
luar pengaruh kita tersebut hanya akan mampu mempengaruhi kita tapi tidak dapat
menentukan nasib kita!
Kesadaran akan hal tersebut akan mampu mengubah paradigma kita dalam
memperkokoh izzah Islam yang sebagian besar ditopangkan di pundak kita sebagai
seorang pemuda. Kesadaran akan hal tersebut juga akan mampu menghancurkan
tembok-tembok di sekitar kita yang menghalangi kita dalam menemukan potensi
diri kita menjadi seseorang yang lebih baik dan membawa kemaslahatan bagi
ummat.
Keterbatasan-keterbatasan yang kita miliki bukanlah suatu alasan untuk
menghindari tanggung jawab moral kita sebagai seorang pemuda yang menjadi
tumpuan harapan ummat. Tirulah semangat Buya Hamka, yang dengan keterbatasan
ruang geraknya karena ia berada di dalam penjara ia justru mampu menghasilkan
beberapa buku yang menjadi karya terbaiknya. Tirulah semangat Beethoven, yang
walaupun dengan keterbatasannya sebagai seorang tuna rungu pada akhir-akhir
hayatnya, ia malah mampu menciptakan melodi-melodi indah yang dianggap sebagai
sebuah karya jenius oleh para musisi. Tirulah semangat Stephen Hawking, yang
walaupun ia terpaksa harus duduk di kursi roda karena kelumpuhan anggota tubuh
total yang dideritanya, ia mampu mengoptimalkan bagian dari tubuhnya yang masih
dapat berfungsi dengan normal, yaitu otaknya, sehingga ia mampu menciptakan
suatu teori kosmologi yang mementahkan konsep Einsten tentang relativitas.
Dan teladanilah Rasulullah saw, yang dengan segala keterbatasannya sebagai
seorang manusia biasa, walaupun ia diberi beberapa keistimewaan oleh Allah
s.w.t., ia mampu mengubah kejahiliyahan menjadi suatau kecemerlangan. Ia mampu
menjadikan segala sesuatau yang tidak mungkin dalam logika manusia normal
menjadi mungkin dan ia juga mampu menjadi penerang bagi ummat hingga kini,
bahkan tanpa kehadiran jasadnya sekalipun ia tetap hidup di hati ummatnya.
Bukankah tidak pernah ada kata terlambat untuk memulai suatu perubahan ke arah
yang lebih baik. Rasulullah saw bersabda dan merupakan peringatan terutama bagi
para pemuda, "Gunakanlah yang lima sebelum datangnya lima perkara, usia
mudamu sebelum datang usia tuamu, sehatmu sebelum datang sakitmu, kekayanmu sebelum
datang fakirmu, hidupmu sebelum datang kematianmu dan kelapanganmu sebelum
datang kesibukanmu." (Al-Hadits)
Dengan menjadikan Allah s.w.t. sebagai satu-satunya ghayyah, mulailah menjadi
bagian dari perubahan itu sekarang juga dengan berusaha mengenali dan menggali
potensi yang kita miliki. Bukan tidak mungkin alur ceritanya akan berubah di
mana sang anak angsa akhirnya menyadari bahwa ia adalah seekor angsa dan mulai
membentangkan sayapnya berenang melintasi danau sehingga ia terhindar dari
tembakan sang pemburu.
Wallahu a'lam bishawaab.
Ihdina Sukma Dewi
[aprilmop82 at bdg dot centrin dot net dot id]
eramuslim.com
0 komentar:
Posting Komentar