Cintai Aku Hari Ini
Hari
ini mungkin akan ada tangis lagi. Walau sampai habis air mata, tapi tak
mengapa. Karena aku mengiba cinta.
Kerinduan untuk mendapatkan cinta.
Saat itu seolah hati merana tak berjiwa. Seperti hampa. Tak berdaya.
Namun
kehidupan ini memaksanya untuk tetap ada.
Kemarin,
saya melihat seorang anak menangis di hadapan ibunya. Ia sepupu saya sendiri.
Beberapa menit sebelum tangisannya, si ibu memarahinya. Dan hampir juga
memukuli. Baru kutahu bahwa si ibu telah meninggalkannya seharian penuh. Entah
ke mana. Ia ditinggal di rumah hanya berdua dengan pembantu. Seperti biasa
setiap kali ibunya pergi. Ibunya berkata, ia makin hari makin nakal. Baginya,
bila ia telah sanggup menyampaikan rasa, hari itu ia rindu ibu.
Setiap
diri kita pasti butuh cinta. Dan kebutuhan itu terlihat nyata dari perilaku
kita, ataupun tersembunyi lewat kata. Entah dinyatakan secara jelas, entah
sekedar tersirat hadirnya. Mungkin pula hanya berupa rasa rindu yang menggelora
tanpa kuasa meminta. Cinta itu fitrah adanya.
Beberapa
waktu lalu, saya pernah berselisih dengan seorang sahabat yang telah saya kenal
semenjak sepuluh tahun lamanya. Menurut saya, ia telah melakukan kesalahan, dan
saya menegurnya. Menurutnya, ia hanya mengikuti kata hatinya, dan tak rela atas
teguran saya.
Saat
itu saya berpikir, kalau hari itu tak saya tegur ia, maka saya telah berdosa
karena telah membiarkannya larut dalam perasaannya sedang ia tak memperhatikan
lagi batas perilakunya. Saya tak lagi sempat berpikir bahwa mungkin saja ia
telah salah menangkap maksud saya. Padahal saya hanya ingin memberitahunya
sesuatu, bahwa saya cinta. Semua perkataan saya, adalah cinta saya kepadanya.
Seringkali
tak sanggup diri kita untuk memperhatikan lagi rambu-rambu dalam bercinta. Oleh
sebab perasaan itu telah kuat adanya. Otak ini serasa beku tak kuasa, sedang hati
telah terguratkan olehnya.
Ada
seorang istri yang marah pada suaminya. Setiap kalimat yang keluar darinya, tak
lain hanyalah cercaan belaka. Ia berkata, tak lagi ada rasa percaya. Kita yang
mendengarnya, mungkin akan berpikir bahwa ia tak lagi cinta. Tetapi nyatanya
tak seperti itu. Sebab waktu akan membuktikan bahwa rasa itu tetap ada. Saat
suaminya jatuh sakit, terlihat dari kecemasannya. Saat suaminya terlelap lelah
dalam tidurnya, ia memperhatikan dan setia di sampingnya.
Kadangkala,
kalimat yang kita ucapkan tak melulu mewakili perasaan yang sebenarnya.
Seringkali hati lah yang bisa berbicara, namun mulut ini tak sanggup
mengutarakannya. Keinginan untuk dicintai itu telah terpendam jauh di pelosok
kalbu.
Kepada
Sang Pencipta, apakah kita berlaku hal yang sama? Andaikan begitu lemah kita
menyampaikan rasa, bagaimana kita meminta kepada-Nya? Bukankah segala pinta
tersampaikan lewat doa?
Walau
hanya sebatas satu kalimat yang terlantunkan dari hati,
Ya
Allah, cintai aku hari ini...
DH.
Devita
dh_devita@eramuslim.com
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar