skip to main |
skip to sidebar
"Mengunjungi Calon Penghuni Syurga"
Pernahkan
anda mempunyai keinginan untuk mengunjungi calon penghuni surga ketika di dunia?
Mungkin akan ada yang balik bertanya : Bagaimana caranya mengetahui kalau dia
calon penghuni surga atau bukan? atau memangnya ada calon penghuni surga ? atau
yang lebih ekstrim lagi memangnya surga itu ada? (yang terakhir ini mungkin
penganut falsafah John Lennon).
Saya sih sebenarnya tak pernah
membayangkan hal itu. Tapi Alhamdulillah, Allah memberi saya kesempatan untuk
mengunjungi calon-calon penghuni surga itu, 2 kali malah.
Wah, beruntung
benar ya, saya? Hmmm…memang! Dan untuk keberuntungan besar ini saya cukup
membayar sekitar 10 ribu untuk tiap kunjungan. Itu pun sudah termasuk transport
dan makan serta pasilitas lainnya. Alat-alat permainan juga sudah
disiapkan.
Pokoknya saya tinggal datang, duduk, dan main dengan
calon-calon penghuni surga itu. Pas pulang, perut kenyang, hati pun riang!
(iklan margarin banget ya).
Ya, 25 April 2004 ini saya datang lagi ke
panti itu. Panti asuhan untuk anak-anak dengan cacat ganda. Suasananya masih
tetap seperti dulu. Panti yang sederhana, bahkan terkesan seadanya. Papan nama
yang tak terlalu mencolok yang hampir-hampir luput jika tak diperhatikan
benar-benar. Dan pemandangan setahun lalu pun terulang. Ketika angkot kami
berbelok ke halaman panti, teriakan-teriakan disusul beberapa anak panti yang
berlarian menyambut kami dan berebutan mencium tangan kami.
Ya, itulah
wajah-wajah calon penghuni surga itu. Wajah-wajah yang sama seperti setahun yang
lalu. Santi, Siti, Yoyok, Sri, Maya, Dewi, Osa, Nita, Pipik, Heni, Slamet, dll.
Dan hei…dimana si kecil Cita? Oh…rupanya dia sudah diambil orangtuanya yang
sudah lulus kuliah dan dibawa jauh ke Pontianak sana.
Dan ajaib, saya
yang manusia biasa ini bisa menyentuh mereka, calon-calon penghuni surga itu!
Dan meski ini bukan yang pertama kali, tetap saja saya takjub melihat mereka
begitu gembira (saking gembiranya kadang sampai menjerit), begitu riang, begitu
optimis…
Seno Gumira Ajidarma dan Sekar Ayu Asmara sampai rela membuat
novel dan film (Biola Tak Berdawai) sebagai wujud dedikasi untuk mereka,
anak-anak menakjubkan itu. Anak-anak yang bagai biola tak berdawai. Apalah arti
biola tanpa dawai? Tanpa dawai, tak akan ada nada-nada indah yang dihasilkan.
Tapi betapa pun diamnya sebuah biola, tetap saja dia punya keindahan tersendiri.
Dan sungguh, senyum mereka, tawa mereka, dan semua ketidaksempurnaan
yang mereka miliki justru adalah nada-nada terindah yang mengalun di hati kita.
Lupakan sejenak naik gunung, lupakan sejenak jalan-jalan ke kebun binatang,
lupakan sejenak semua tempat wisata! Ada calon-calon penghuni surga yang menanti
kita setiap saat. Ada orang-orang istimewa yang tak mendapat kewajiban salat dan
tak pernah berbuat dosa yang senantiasa gembira menyambut kedatangan kita di
sana. Oleh sebab itu janglah kita menyia-nyiakan kesempatan ini. (Fatma)
manajemenqolbu.com
0 komentar:
Posting Komentar